ahmad syari'in
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Semakin berjalan dan majunya zaman saat ini, menyebabkan terjadinya
Problematika-problematika yang dialami dalam kehidupan ini semakin banyak,
namun banyak pula yang tidak dijelaskan secara konkrit hukumnya didalam
al-qur’an maupun al-hadits. Dilihat dari ketiadaannya suatu hukum tentang
kejadian-kejadian yang baru muncul yang tidak dipaparkan maupun dijelaskan
hukumnya didalam al-qur’an dan al-hadits, sehingga muncullah salah satu cara
untuk menentukan suatu hukum berdasarkan ijtihad para ulama yaitu yang akan
saya bahas yakni “Maslahah Mursalah”. Dengan metode maslahah mursalah ini, maka
kemaslahatan ummat juga akan bisa terpelihara dengan baik dimanapun dan
kapanpun waktunya (Sholih likulli zaman wal makan).
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan maslahah mursalah?
2.
Apa
saja dalil-dalil ulama yang menjadikan maslahah mursalah sebagai hujjah?
3.
Apa
syarat-syarat dan macam-macam maslahah mursalah?
4.
Dasar
hukum dan objek maslahah mursalah?
5.
Bagaimana
kedudukan maslahah mursalah dalam islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah menurut
bahasa terdiri atasa dua kata, yaitu : maslahah dan mursalah. Kata maslahah
berasal dari kata kerja bahasa arab yaitu صَلَحَ-يَصْلِحُ
menjadi صُلْحً atau مُصْلَحَةً yang berartisesuatu yang mendatangkan
kebaikan. Sedangkan kata mursalah berarti kata kerja yang ditasrifkan sehingga
menjadi isim maf’ul, yaitu:
اِرْسَلَ-يُرْسِلُ-اِرْسَالًا-مُرْسِلٌ menjadi سَلٌمر yang berarti diutus,
dikirim atau dipakai (dipergunakan). Perpaduan dua kata menjadi “maslahah
mursalah” yang berarti prinsip kebaikan yang dipergunakan dalam menetapkan
suatu hukum islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai
baik(bermanfaat).[1]
Menurut istilah para ushul fiqh, maslahah mursalah ialah suatu
kemaslahatan dimana syar’i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir
kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau
pembatalannya. Maslahat ini dianggap mutlak karena tidak terikat oleh dalil
yang mengakuinya atau membatalkannya.
Menurutal-Gazali maslahah mursalah pada dasarnya meraih manfaat dan
menolak mudarat.
Menurut muhammad hasbi as-siddiqi maslahah ialah memelihara tujuan
syara’ dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusakkan makhluk.
Ketiga ta’rif di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kemaslahatan
yang tidak disinggung oleh syara’, dan
tidak pula terdapat dalil-dalil yang menyuruh mengerjakan atau meninggalkannya,
sedang jika dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar atau kemaslahatan[2].
dan mempunyai tujuan yang sama yaitu jalbu masholih wa dar’u mafasid (meraih
yang baik dan menolak yang mudorat).
Contohnya:
maslahah yang karena maslahah itu, sahabat mensyariatkan pengadaan penjara,
atau mencetak mata uang atau menetapkan (hak milik) tanah pertanian sebagai
hasil kemenangan warga sahabat itu sendiri dan ditentukan pajak pengasilannya,
atau maslahah-maslahah lain yang harus dituntut oleh keadaan-keadaan darurat,
kebutuhan atau karena kebaikan, dan belum di syariatkan hukumnya, juga tidak
terdapat saksi syara’ yang mengakuinya atau membatalkannya.
B.
Dalil
ulama yang menjadikan hujjah maslahah mursalah
Jumhur ulama ummat islam berpendapat, bahwasanya masalahah mursalah
adalah hujjah syar’iyah yang dijadikan dasar pembentukan hukum, dan bahwasanya
kejadian yang tidak ada hukumnya dalam nash, atau ijma’, atau qiyas, ataupun
istihsan, disyariaatkan padanya hukum yang dikehendaki oleh kemaslahatan umum.
Pembentukan hukum tersebut atas dasar kemaslahatan ini tidak boleh ditangguhkan
sampai ada bukti pengakuan dari syara’.
Dalil mereka atas kehujjahan maslahah mursalah ini ada dua
hal,yaitu:
1.
Bahwasanya
kemaslahatan manusia itu selalu baru dan tidak ada habis-habisnya.maka
sekiranya kalau hukum tidak disyariatkan untuk mengantisipasi kemaslahatan
ummat manusia yang terus bermunculan dan apa yang dituntut oleh perkembangan
mereka, serta pembentukan hukum
2.
Orang
yang mau meneliti penetapan hukum yang dilakukan para sahabat nabi, tabi’in dan
imam-imam mujtahid akan jelas bahwa banyak sekali hukum yang mereka tetapkan demi
menerapkan kemaslahatan umum, bukan karena ada saksidianggap oleh syar’i.[3]
C.
Syarat-syarat
maslahah mursalah
Golongan yang mengakui kehujjahan maslahah mursalah dalam
pembentukan hukum islam telah mensyaratkan sejumlah syarat tertentu yang harus
dipenuhi, sehingga maslahah tidak bercampur dengan hawa nafsu, tujuan, dan
keeinginan yang merusakkan manusia dan agama. Sehingga seseorang tidak
menjadikan keinginannya sebagai ilhamnya
dan menjadikan syahwatnya ebagai syaria’tnya.
Syarat-syarat itu sebagai berikut:
1.
Maslahah
itu harus hakikat, bukan dugaan. Ahlul hilli wal ‘aqdi dan mereka yang
mempunyai disiplin ilmu tertentu memandang bahwa hukum itu harus didasarkan
pada maslahah hakikiah. Maka maslahah bersifat dugaan, sebagaimana yang
dipandang sebagaian orang di dalam sebagian syari’at, tidaklah diperlukan,
seperti dalih maslahah yang dikatakan dalam soal larangan bagi suami untuk
menalak istrinya,dan hak talak tersebut kepada hakim saja dalam semua keadaan.
2.
Maslahah
harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak
khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit. Imam gazali memberi contoh
tentang yang bersifat menyeluruh ini dengan satu contoh: orang kafir telah
membentengi diri dengan sejumlah orang kaum muslimin. Apabila kaum muslimin
dilarang membunuh mereka demi memelihara kehidupan orang islam yang membentengi
mereka, maka orang kafir akan menang, dan mereka akan memusnahkan kaum
muslimiin seluruhnya. Dan apabila kaum muslimin memerangi orang islam yang
membentengi orang kafir, maka tertolaklah bahaya ini dari seluruh orang islam
yang membentengi orang kafir tersebut. Demi memelihara kaum muslimin seluruhnya
dengan cara melawan atau memusnahkan musuh-musuh mereka.
3.
Maslahah
itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh syari’, maslahah
tersebut harus dari jenis maslahah yang telah didatangkan oleh syari’.
4.
Maslahah
itu bukan maslahah yang tidak benar, dimana nash yang sudah ada tidak membenarkannya,
dan tidak menganggap salah.
D.
Macam-macam
Maslahah
Ulama’
ushul membagi macam-macam maslahah kepada tiga bagian yaitu:
1.
Maslahah
daruriyah
Maslahah daruriyah adalah perkara-perkara yang menjadi tempat
tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan,
meraja rela kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara, yang
merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.
Diantara kewajiban-kewajiban tersebut. Menjaga agama adalah
kewajiban jihad untuk mempertahankan akidah islam, menjaga dan memelihara jiwa
adalah kewajiban untuk berusaha memperoleh makanan, minuman, dan pakaian untuk
mempertahankan hidupnya, menjaga dan memelihara akal adalah untuk menjaga diri
dari sifat yang buruk, menjaga dan memelihara keturunan adalah untuk menjaga
diri dari perbuatan zina, menjaga dan memelihara harta adalah untuk menjauhi
diri dari pencurian, ria’ dan kufur terhadap nikmat allah S,W,T.
2.
Maslahah
hajjiyah
أَمَّا اْلمَصْلَحَةُ اْلحَاجِيَّةِ
فَهِيَ عِبَارَةُ عَنِ اْلأَعْمَالِ وَالتَّصَرُّفَاتِ التِّيْ لاَ تَتَوَقَفُ
عَلَيْهَا تِلْكَ اْلأُصُوْلِ الخَمْسَةِ بَلْ تَتَحَقَّقُ
بِدُوْنِهَا وَلَكِنْ صِيَانَةِ مَعَ الضَيِّقِ
وَاْلحَرَجِ
Artinya; “Maslahah Hajjiyah
ialah, semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang
lain (yang ada pada maslahah dharuriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi
juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan
kesempitan”.
3.
Maslahah
tahsiniyah
أَمَّا
اْلمَصَالِحُ التَّحْسِيْنِيَّةُ فَهِيَ عِبَارَةِ عَنْ اْلأُمْوْرِ التِيْ
تَفْتَضِيْهَا المُرُوْءَةِ وَمَكَارِمِ اْلأَخْلاَقِ وَمَحَاسِنِ اْلعَادَاتِ
Artinya“ Maslahah Tahsiniyah ialah
mempergunakan semua yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan
yang baik dan dicakup oleh bagian mahasinul akhlak”.
E.
Dasar hukum dan objek Maslahah Mursalah
Para ulama yang menjadikan maslahah
mursalah sebagai salah satu dalil syara’, menyatakan bahwa dasar hukum
masalahah mursalah, ialah:
1. Persoalan yang dihadapi manusia selalu tumbuh dan berkembang, demikian juga
dengan kepentingan dan keperluan hidupnya yang tidak terjadi pada masa
rasulullah saw.
2. Sebenarnya para sahabat dan generasi sesudahnya telah melaksanakannya,
sehingga mereka segera dapat menetapkan hukum pada masa itu. Contoh: khalifah
abu bakar telah mengumpulkan al-Qur’an, khalifah umar telah menetapkan talak
yang dijatuhkan tiga kali sekaligus jadi tiga, padahal pada masa rasulullah saw
hanya jatuh 1, khalifah utsman telah memerintahkan penulisan al-qur’an dalam
satu mushaf dan pada masa Ali pun telah menghukum bakar hidup Syi’ah Rafidhah
yang memberontak, kemudian diikui oleh ulama yang datang sesudahnya.
Dan yang menjadi objek maslahah mursalah ialah
kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya , tetapi tidak ada satupun Nash yang
dapat dijadikan dasarnya.prinsip ini disepakati oleh kebanyakan pengikut
madzhab yang ada dalam fiqh, demikian pernyataan imam al-Qarafi ath-Thufi dalam
kitabnya al-Mashalihul al-Murshalah menerangkan bahwa maslahah mursalah itu
sebagai dasar untuk menetapkan hukum dalam bidang mu’amalah dan semacamnya.
Sedangkan menurut Imam al-Haramain: menurut pendapat Imam Syafi’i dan sebagian
besar pengikut madzhab hanafi, menetapkan hukum dengan maslahah mursalah harus
dengan syarat, harus ada persesuaian dengan maslahah yang diyakini, diakui dan
disetujui oleh para Ulama’.[4]
F.
Kedudukan dan kehujjahan Maslahah
Mursalah
Para ulama ushul fiqih sepakat bahwa maslahah mursalah tidak sah menjadi
landasan hukumdalam bidang ibadah karena bidang ibadah harus diamalkan
sebagaimana adanya yang diwariskan oleh rasulullah SAW, dan oleh karena
itu bidang ibadah tidak berkembang.
Dalam kehujjahan maslahah mursalah, terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama ushul di antaranya :
a.
Maslahah mursalah tidak dapat
menjadi hujjah/dalil menurut ulam-ulama syafi`iyyah, ulama hanafiyyah, dan
sebagian ulama malikiyah seperti ibnu Hajib dan ahli zahir.
b.
Maslahah mursalah dapat menjadi
hujjah/dalil menurut sebagian ulama imam maliki dan sebagian ulam syafi`i,
tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh ulama-ulama
ushul. Jumhur Hanafiyyah dan syafi`iyyah mensyaratkan tentang maslah ini,
hendaknya dimasukkan dibawah qiyas, yaitu bila terdapat hukum ashl yang dapat
diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat mudhabit (tepat), sehiggga dalam
hubungan hukumitu terdpat tempat untuk merealisir kemaslahatan. Berdasarkan
pemahaman ini, mereka berpegang pada kemaslahatan yang dibenarkan syara`, tetapi
mereka lebih leluasa dalam menganggap maslahah yang dibenarkan syara` ini,
karena luasnya pengetahuan mereka dalam soal pengakuan Syari` (Allah) terhadap
illat sebagai tempat bergantungnya hukum, yang merealisir kemaslahatan. Hal ini
hampir tidak ada maslahah mursalah yang tidak memiliki dalil yang mengakui
kebenarannya.
c.
Imam Al-Qarafi berkata tentang
maslahah mursalah `` Sesungguhnya berhujjah dengan maslahah mursalah dilakukan
oleh semua mazhab, karena mereka membedakn antara satu dengan yang lainnya karena
adanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat. Diantara ulama yang paling
banyak melakuakn atau menggunakan maslahah mursalah ialah Imam Malik dengan
alasan; Allah mengutus utusan-utusannya untuk membimbing umatnya kepada
kemaslahahan. Kalau memang mereka diutus demi membawa kemaslahahn manusia maka
jelaslah bagi kita bahwa maslahah itu satu hal yang dikehendaki oleh
syara`/agama mengingat hukum Allah diadakan untuk kepentingan umat manusia baik
dunia maupun akhirat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Maslaha mursalah yaitu suatu kemaslahatan dimana syar’i tidak mensyariatkan suatu hukum
untuk merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas
pengakuannya atau pembatalannya.
Diberlakukannya
maslahah oleh jumhur ulama Bahwasanya kemaslahatan manusia itu selalu baru dan
tidak ada habis-habisnya.maka sekiranya kalau hukum tidak disyariatkan untuk
mengantisipasi kemaslahatan ummat manusia yang terus bermunculan dan apa yang
dituntut oleh perkembangan mereka, serta pembentukan hukum.
Syarat-syarat
maslahah mursalah yaitu : maslahah itu
harus hakikat, Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh dan sebagainya.
Maslahah
itu terbagi kepada 3 bagian: yaitu maslahah daruriyah, hajjiyah dan tahnisiah.
Daftar pustaka
umam, Chaerul
dkk, ushul fiqh1, (Bandung: pustaka setia,1998).,
haryanto,
Muhsin, ushul fiqh mengenal kajian metodologi hukum islam, (yogyakarta:
kreasi wacana, 2014
khallaf, Abdul
wahhab, ilmu ushul fiqh (jakarta; pustaka amani, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar