Senin, 29 Juni 2015

makalah maslahah mursalah

ahmad syari'in

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Semakin berjalan dan majunya zaman saat ini, menyebabkan terjadinya Problematika-problematika yang dialami dalam kehidupan ini semakin banyak, namun banyak pula yang tidak dijelaskan secara konkrit hukumnya didalam al-qur’an maupun al-hadits. Dilihat dari ketiadaannya suatu hukum tentang kejadian-kejadian yang baru muncul yang tidak dipaparkan maupun dijelaskan hukumnya didalam al-qur’an dan al-hadits, sehingga muncullah salah satu cara untuk menentukan suatu hukum berdasarkan ijtihad para ulama yaitu yang akan saya bahas yakni “Maslahah Mursalah”. Dengan metode maslahah mursalah ini, maka kemaslahatan ummat juga akan bisa terpelihara dengan baik dimanapun dan kapanpun waktunya (Sholih likulli zaman wal makan).
B.       Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan maslahah mursalah?
2.      Apa saja dalil-dalil ulama yang menjadikan maslahah mursalah sebagai hujjah?
3.      Apa syarat-syarat dan macam-macam maslahah mursalah?
4.      Dasar hukum dan objek maslahah mursalah?
5.      Bagaimana kedudukan maslahah mursalah dalam islam?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah menurut bahasa terdiri atasa dua kata, yaitu : maslahah dan mursalah. Kata maslahah berasal dari kata kerja bahasa arab yaitu صَلَحَ-يَصْلِحُ  menjadi صُلْحً atau مُصْلَحَةً yang berartisesuatu yang mendatangkan kebaikan. Sedangkan kata mursalah berarti kata kerja yang ditasrifkan sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu:
اِرْسَلَ-يُرْسِلُ-اِرْسَالًا-مُرْسِلٌ menjadi سَلٌمر  yang berarti diutus, dikirim atau dipakai (dipergunakan). Perpaduan dua kata menjadi “maslahah mursalah” yang berarti prinsip kebaikan yang dipergunakan dalam menetapkan suatu hukum islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik(bermanfaat).[1]

Menurut istilah para ushul fiqh, maslahah mursalah ialah suatu kemaslahatan dimana syar’i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya. Maslahat ini dianggap mutlak karena tidak terikat oleh dalil yang mengakuinya atau membatalkannya.
Menurutal-Gazali maslahah mursalah pada dasarnya meraih manfaat dan menolak mudarat.
Menurut muhammad hasbi as-siddiqi maslahah ialah memelihara tujuan syara’ dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusakkan makhluk.
Ketiga ta’rif di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kemaslahatan yang tidak  disinggung oleh syara’, dan tidak pula terdapat dalil-dalil yang menyuruh mengerjakan atau meninggalkannya, sedang jika dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar atau kemaslahatan[2]. dan mempunyai tujuan yang sama yaitu jalbu masholih wa dar’u mafasid (meraih yang baik dan menolak yang mudorat).
Contohnya: maslahah yang karena maslahah itu, sahabat mensyariatkan pengadaan penjara, atau mencetak mata uang atau menetapkan (hak milik) tanah pertanian sebagai hasil kemenangan warga sahabat itu sendiri dan ditentukan pajak pengasilannya, atau maslahah-maslahah lain yang harus dituntut oleh keadaan-keadaan darurat, kebutuhan atau karena kebaikan, dan belum di syariatkan hukumnya, juga tidak terdapat saksi syara’ yang mengakuinya atau membatalkannya.
B.       Dalil ulama yang menjadikan hujjah maslahah mursalah
Jumhur ulama ummat islam berpendapat, bahwasanya masalahah mursalah adalah hujjah syar’iyah yang dijadikan dasar pembentukan hukum, dan bahwasanya kejadian yang tidak ada hukumnya dalam nash, atau ijma’, atau qiyas, ataupun istihsan, disyariaatkan padanya hukum yang dikehendaki oleh kemaslahatan umum. Pembentukan hukum tersebut atas dasar kemaslahatan ini tidak boleh ditangguhkan sampai ada bukti pengakuan dari syara’.
Dalil mereka atas kehujjahan maslahah mursalah ini ada dua hal,yaitu:
1.      Bahwasanya kemaslahatan manusia itu selalu baru dan tidak ada habis-habisnya.maka sekiranya kalau hukum tidak disyariatkan untuk mengantisipasi kemaslahatan ummat manusia yang terus bermunculan dan apa yang dituntut oleh perkembangan mereka, serta pembentukan hukum
2.      Orang yang mau meneliti penetapan hukum yang dilakukan para sahabat nabi, tabi’in dan imam-imam mujtahid akan jelas bahwa banyak sekali hukum yang mereka tetapkan demi menerapkan kemaslahatan umum, bukan karena ada saksidianggap oleh syar’i.[3]
C.       Syarat-syarat maslahah mursalah
Golongan yang mengakui kehujjahan maslahah mursalah dalam pembentukan hukum islam telah mensyaratkan sejumlah syarat tertentu yang harus dipenuhi, sehingga maslahah tidak bercampur dengan hawa nafsu, tujuan, dan keeinginan yang merusakkan manusia dan agama. Sehingga seseorang tidak menjadikan keinginannya sebagai ilhamnya  dan menjadikan syahwatnya ebagai syaria’tnya.
Syarat-syarat itu sebagai berikut:
1.      Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan. Ahlul hilli wal ‘aqdi dan mereka yang mempunyai disiplin ilmu tertentu memandang bahwa hukum itu harus didasarkan pada maslahah hakikiah. Maka maslahah bersifat dugaan, sebagaimana yang dipandang sebagaian orang di dalam sebagian syari’at, tidaklah diperlukan, seperti dalih maslahah yang dikatakan dalam soal larangan bagi suami untuk menalak istrinya,dan hak talak tersebut kepada hakim saja dalam semua keadaan.
2.      Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit. Imam gazali memberi contoh tentang yang bersifat menyeluruh ini dengan satu contoh: orang kafir telah membentengi diri dengan sejumlah orang kaum muslimin. Apabila kaum muslimin dilarang membunuh mereka demi memelihara kehidupan orang islam yang membentengi mereka, maka orang kafir akan menang, dan mereka akan memusnahkan kaum muslimiin seluruhnya. Dan apabila kaum muslimin memerangi orang islam yang membentengi orang kafir, maka tertolaklah bahaya ini dari seluruh orang islam yang membentengi orang kafir tersebut. Demi memelihara kaum muslimin seluruhnya dengan cara melawan atau memusnahkan musuh-musuh mereka.
3.      Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh syari’, maslahah tersebut harus dari jenis maslahah yang telah didatangkan oleh syari’.
4.      Maslahah itu bukan maslahah yang tidak benar, dimana nash yang sudah ada tidak membenarkannya, dan tidak menganggap salah.

D.  Macam-macam Maslahah
Ulama’ ushul membagi macam-macam maslahah kepada tiga bagian yaitu:
1.      Maslahah daruriyah
Maslahah daruriyah adalah perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan, meraja rela kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara, yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Diantara kewajiban-kewajiban tersebut. Menjaga agama adalah kewajiban jihad untuk mempertahankan akidah islam, menjaga dan memelihara jiwa adalah kewajiban untuk berusaha memperoleh makanan, minuman, dan pakaian untuk mempertahankan hidupnya, menjaga dan memelihara akal adalah untuk menjaga diri dari sifat yang buruk, menjaga dan memelihara keturunan adalah untuk menjaga diri dari perbuatan zina, menjaga dan memelihara harta adalah untuk menjauhi diri dari pencurian, ria’ dan kufur terhadap nikmat allah S,W,T.
2.      Maslahah hajjiyah
أَمَّا اْلمَصْلَحَةُ اْلحَاجِيَّةِ فَهِيَ عِبَارَةُ عَنِ اْلأَعْمَالِ وَالتَّصَرُّفَاتِ التِّيْ لاَ تَتَوَقَفُ عَلَيْهَا تِلْكَ اْلأُصُوْلِ الخَمْسَةِ بَلْ تَتَحَقَّقُ
بِدُوْنِهَا وَلَكِنْ صِيَانَةِ مَعَ الضَيِّقِ وَاْلحَرَجِ
Artinya; “Maslahah Hajjiyah ialah, semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan kesempitan”.
3.      Maslahah tahsiniyah
أَمَّا اْلمَصَالِحُ التَّحْسِيْنِيَّةُ فَهِيَ عِبَارَةِ عَنْ اْلأُمْوْرِ التِيْ تَفْتَضِيْهَا المُرُوْءَةِ وَمَكَارِمِ اْلأَخْلاَقِ وَمَحَاسِنِ اْلعَادَاتِ
Artinya“ Maslahah Tahsiniyah ialah mempergunakan semua yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian mahasinul akhlak”.

E.        Dasar hukum dan objek Maslahah Mursalah
Para ulama yang menjadikan maslahah mursalah sebagai salah satu dalil syara’, menyatakan bahwa dasar hukum masalahah mursalah, ialah:
1.      Persoalan yang dihadapi manusia selalu tumbuh dan berkembang, demikian juga dengan kepentingan dan keperluan hidupnya yang tidak terjadi pada masa rasulullah saw.
2.      Sebenarnya para sahabat dan generasi sesudahnya telah melaksanakannya, sehingga mereka segera dapat menetapkan hukum pada masa itu. Contoh: khalifah abu bakar telah mengumpulkan al-Qur’an, khalifah umar telah menetapkan talak yang dijatuhkan tiga kali sekaligus jadi tiga, padahal pada masa rasulullah saw hanya jatuh 1, khalifah utsman telah memerintahkan penulisan al-qur’an dalam satu mushaf dan pada masa Ali pun telah menghukum bakar hidup Syi’ah Rafidhah yang memberontak, kemudian diikui oleh ulama yang datang sesudahnya.
Dan yang menjadi objek maslahah mursalah ialah kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya , tetapi tidak ada satupun Nash yang dapat dijadikan dasarnya.prinsip ini disepakati oleh kebanyakan pengikut madzhab yang ada dalam fiqh, demikian pernyataan imam al-Qarafi ath-Thufi dalam kitabnya al-Mashalihul al-Murshalah menerangkan bahwa maslahah mursalah itu sebagai dasar untuk menetapkan hukum dalam bidang mu’amalah dan semacamnya. Sedangkan menurut Imam al-Haramain: menurut pendapat Imam Syafi’i dan sebagian besar pengikut madzhab hanafi, menetapkan hukum dengan maslahah mursalah harus dengan syarat, harus ada persesuaian dengan maslahah yang diyakini, diakui dan disetujui oleh para Ulama’.[4]
F.        Kedudukan dan kehujjahan Maslahah Mursalah
Para ulama ushul fiqih sepakat bahwa maslahah mursalah tidak sah menjadi landasan hukumdalam bidang ibadah karena bidang ibadah harus diamalkan sebagaimana adanya yang diwariskan oleh rasulullah SAW,  dan oleh karena itu bidang ibadah tidak berkembang.
Dalam kehujjahan maslahah mursalah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul di antaranya :
a.    Maslahah mursalah tidak dapat menjadi hujjah/dalil menurut ulam-ulama syafi`iyyah, ulama hanafiyyah, dan sebagian ulama malikiyah seperti ibnu Hajib dan ahli zahir.
b.    Maslahah mursalah dapat menjadi hujjah/dalil menurut sebagian ulama imam maliki dan sebagian ulam syafi`i, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh ulama-ulama ushul. Jumhur Hanafiyyah dan syafi`iyyah mensyaratkan tentang maslah ini, hendaknya dimasukkan dibawah qiyas, yaitu bila terdapat hukum ashl yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat mudhabit (tepat), sehiggga dalam hubungan hukumitu terdpat tempat untuk merealisir kemaslahatan. Berdasarkan pemahaman ini, mereka berpegang pada kemaslahatan yang dibenarkan syara`, tetapi mereka lebih leluasa dalam menganggap maslahah yang dibenarkan syara` ini, karena luasnya pengetahuan mereka dalam soal pengakuan Syari` (Allah) terhadap illat sebagai tempat bergantungnya hukum, yang merealisir kemaslahatan. Hal ini hampir tidak ada maslahah mursalah yang tidak memiliki dalil yang mengakui kebenarannya.
c.    Imam Al-Qarafi berkata tentang maslahah mursalah `` Sesungguhnya berhujjah dengan maslahah mursalah dilakukan oleh semua mazhab, karena mereka membedakn antara satu dengan yang lainnya karena adanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat. Diantara ulama yang paling banyak melakuakn atau menggunakan maslahah mursalah ialah Imam Malik dengan alasan; Allah mengutus utusan-utusannya untuk membimbing umatnya kepada kemaslahahan. Kalau memang mereka diutus demi membawa kemaslahahn manusia maka jelaslah bagi kita bahwa maslahah itu satu hal yang dikehendaki oleh syara`/agama mengingat hukum Allah diadakan untuk kepentingan umat manusia baik dunia maupun akhirat.



BAB III
PENUTUP

A.        KESIMPULAN
Maslaha mursalah yaitu  suatu kemaslahatan dimana syar’i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya.
Diberlakukannya maslahah oleh jumhur ulama Bahwasanya kemaslahatan manusia itu selalu baru dan tidak ada habis-habisnya.maka sekiranya kalau hukum tidak disyariatkan untuk mengantisipasi kemaslahatan ummat manusia yang terus bermunculan dan apa yang dituntut oleh perkembangan mereka, serta pembentukan hukum.
Syarat-syarat maslahah mursalah yaitu :  maslahah itu harus hakikat, Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh dan sebagainya.
Maslahah itu terbagi kepada 3 bagian: yaitu maslahah daruriyah, hajjiyah dan tahnisiah.



Daftar pustaka
umam, Chaerul dkk, ushul fiqh1, (Bandung: pustaka setia,1998).,
haryanto, Muhsin, ushul fiqh mengenal kajian metodologi hukum islam, (yogyakarta: kreasi wacana, 2014
khallaf, Abdul wahhab, ilmu ushul fiqh (jakarta; pustaka amani, 2002



[1] Chaerul umam, dkk, ushul fiqh1, (Bandung: pustaka setia,1998).,hlm.135
[2] Muhsin haryanto, ushul fiqh mengenal kajian metodologi hukum islam, (yogyakarta: kreasi wacana, 2014).,hlm.165
[3] Abdul wahhab khallaf, ilmu ushul fiqh (jakarta; pustaka amani, 2002).,hlm.111-112
[4] Muhsin haryanto, ushul fiqh.....hlm.168-169


Tidak ada komentar:

Posting Komentar